SAY I LOVE YOU Dan Kegamangan Berkisah
SAY I LOVE YOU Dan Kegamangan Berkisah

Ulasan Donny Anggoro


Sebenarnya saya nyaris tak ada “harapan” kepada film Indonesia terutama yang bertemakan kehidupan remaja. Buat saya film tentang anak-anak muda Indonesia yang cukup berhasil masih Ada Apa Dengan Cinta (yang pertama), Garasi, Petualangan Sherina (sebenarnya film anak-anak, tapi anak-anak kan juga bakal jadi remaja toh?) –kebetulan semuanya produksi Miles Films. Selalu saja ada “bolong-bolong” yang mengganggu dalam film-film remaja Indonesia yang saya tonton.

Say I Love You yang disutradarai Faozan Rizal ini mengisahkan tentang anak-anak SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Batu, Malang, Jawa Timur. Mereka adalah anak-anak yatim piatu, miskin dan kebanyakan urakan. Di awal cerita, para remaja ini sosok yang susah diatur, egois dan bahkan tak bersemangat untuk menimba ilmu.  

Paruh pertama, secara perlahan, film ini membuat optimisme saya terbangun. Diperlihatkan bahwa untuk membangun sekolah untuk anak kurang mampu, tak mudah. Biaya besar, di antaranya untuk membawa guru-guru sekolah formal –salah satu di antaranya masih mengajarkan anak dengan cara kekerasan, nyatanya gagal. Juga tokoh pengusaha, Julianto Eka Putra (Verdi Solaiman) yang punya ide mendirikan sekolah tersebut awalnya ditentang istrinya sendiri yang pesimis idenya berhasil.

Tapi begitu keadaan memaksanya untuk turun tangan untuk mengelola sekolah tersebut berhasil diwujudkan, masalah baru muncul dengan beberapa guru sampai kepala sekolahnya mengundurkan diri karena murid-murid dianggap terlalu bengal. Hingga Julianto yang akhirnya pegang kendali langsung menjadi kepala sekolah SPI dengan caranya yang unik. Misalnya, berpura-pura jadi turis Jepang sambil membawa teman-temannya ketika berkunjung ke taman hiburan yang dikelola anak anak SPI sepi pengunjung.

 Sampai di sini saya memuji skenario dan sutradaranya yang rupanya ingin membuat film ini senatural mungkin. Apalagi ini memang diangkat dari kisah nyata dan orang yang difilmkan masih hidup. Candaan, dialog, dan celetukan tokohnya, terutama anak-anak beradalan-sangat lentur-tak berlebihan. Apalagi film ini mau menjelaskan apapun yang Anda buat harus berproses, baik proses yang buruk sampai yang manis. Ini yang cukup menarik di luar keinginan film ini ingin menjadi motivator dengan pesan, “Anda bisa sukses apapun latar belakang keluarga Anda.”  

Sayangnya di pertengahan film ini agak kehilangan gairah. Misalnya tokoh Kepala Sekolah yang diperankan Butet Kertaredjasa tiba-tiba mengajukan diri kembali lagi ke sekolah SPI, juga seorang bapak yang diperankan Fuad Idris tiba-tiba mengajukan diri bergabung-toh setelah itu tokoh bapak ini juga tak terlalu penting. Sepele, memang tapi kedua tokoh ini jadi “antara ada dan tiada”.

Reka-mereka adegan tanpa alasan ini agak mengganggu dan sayangnya terulang lagi terutama menjelang akhir film ketika Sayydah yang bertugas mencari tambahan dana untuk pertunjukan drama musikal perdana di SPI mengalami kecelakaan. Mendadak latihan terhenti, dan penonton dibawa sejenak ke suasana “menangisi” nasib Sayydah. Kejadian begini membuat cerita jadi gamang walau akhirnya digeser terus untuk menjadi film keluarga semua umur ala Disney.

Saya mengerti betapa sulitnya mengalihkan bahasa teks skenario menjadi adegan visual, apalagi film adalah karya seni mahal dengan memasukkan hampir semua keterampilan seni ke dalam karya durasi satu setengah jam, maksimal dua jam rata-rata untuk film bioskop. Hanya optimisme saya jadi melorot ketika menjelang akhir film ini seperti gamang berkisah seolah ingin buru-buru menuntaskan cerita sampai tamat. ***          

 

Say I Love You. Sutradara: Faozan Rizal. Pemain Verdy Solaiman, Olga Lydia, Dinda Hauw, Alvaro Maldini, Rachel Amanda. Skenario: Alim Sudio. Produksi Multi Buana Kreasindo, 2019.

 

Donny Anggoro (DoRo) pernah bekerja sebagai editor dan wartawan di berbagai media cetak, media daring juga penerbit buku dan sejak 2011 CEO toko buku dan musik “Bakoel Didiet” dan “Roundabout Music”, Blok M Square, Jakarta.  

21 Juli 2019
Dilihat sebanyak
2178 Kali
Lainnya...
GHIBAH: EKSPRESI HOROR YANG MADANI
GHIBAH: EKSPRESI HOROR YANG MADANI
MENGUAK RASISME DALAM TEKNOLOGI, Ulasan Coded Bias
MENGUAK RASISME DALAM TEKNOLOGI, Ulasan Coded Bias
MEKKAH I*M COMING: Bermain dengan Kebohongan
MEKKAH I*M COMING: Bermain dengan Kebohongan
 1 2345     >>>
Pabrikultur © 2015