
Joshuah Bearman dan Joshua Davis adalah dua jurnalis dengan karier yang bakal mudah membuat iri penulis lain. Keduanya, menekuni penulisan long-form journalism sejak lama dan karya-karya reportase mereka menjadi langganan majalah-majalah terkemuka dunia. Byline mereka secara regular muncul di publikasi kelas A seperti Wired, New Yorker, Rolling Stones. Tapi, bukan itu saja yang membuat karier kepenulisan keduanya bagaikan mimpi bagi penulis lain.
Bearman dan Davis istimewa karena keduanya telah berhasil menjual sedikitnya 18 artikel reportase mereka menjadi kontrak cerita film untuk studio besar Hollywood. Di Hollywood, peluang sebuah artikel reportase untuk bisa menjadi ide cerita film sangatlah kecil, apalagi sampai benar-benar akhirnya bisa dibuat menjadi film. Tapi sekarang, hampir tak ada yang tak pernah mendengar film Argo, film terbaik versi penghargaan Academy Award 2013. Film itu dibuat berdasarkan artikel reportase Joshuah Bearman How the CIA Used a Fake Sci-Fi Flick to Rescue Americans from Teheran, yang muncul di majalah Wired pada 2007.
Coronado High, satu artikel reportase Bearman yang lain, bahkan sudah dibeli hak filmnya sebelum artikel itu dipublikasikan. Kisah ini tentang sekelompok peselancar ombak berusia 20-an, yang dibawah arahan seorang mantan guru bahasa spanyol di sebuah SMA di kota kecil Coronado, berhasil membangun sebuah kerajaan penyelundupan kokain terbesar dalam sejarah Amerika. Reportase yang menjadi finalis National Magazine Award Amerika 2014 ini memang kaya drama dan memiliki semua aspek untuk menjadi sebuah film yang seru.
Joshua Davis juga tak kalah moncer. Satu artikelnya juga dibeli sebelum muncul secara resmi di majalah Wired. Artikel The Untold Story of the World’s Biggest Diamond Heist itu dibeli oleh sutradara/produser J. J. Abrams (Mission Impossible, Star trek, Star Wars, Cloverfield) dan sedang digarap menjadi proyek film berbiaya besar. Kerja reportase Davis memang tak main-main. Ia menjadi satu-satunya jurnalis yang akhirnya berhasil membuat Leonardo Notarbartolo, pelaku perampokan diamond terbesar sepanjang sejarah (membobol Antwerp Diamond Center dan membawa kabur permata senilai lebih dari US$100juta yang belum dibocorkan disimpan dimana) bicara dari selnya di penjara.
Dengan 18 artikel reportase sudah bermuara menjadi kontrak film dan beberapa lagi sedang dalam proses negosiasi, Davis dan Bearman tentu bisa tinggal ongkang-ongkang kaki. Satu kontrak film setidaknya bernilai enam digit angka dalam US Dollar. Tapi, Bearman dan Davies tak hendak makmur sendiri. Mereka ingin mengembangkan kesempatan dan peluang bagi jurnalis dan penulis nonfiksi lain. Mereka ingin bekerja bagi masa depan journalism. Mereka pun menciptakan sebuah platform berbasis internet bagi cerita nonfiksi epicmagazine.com
Secara sederhana, epicmagazine tampak sebagai sebuah platform biasa, yang menggagas, memberi penugasan dan kemudian menerbitkan karya nonfiksi. Tetapi diam-diam, epicmagazine sedang menggagas sebuah cara baru untuk menyelamatkan dan menghidupkan karya nonfiksi panjang, yang makin lama makin tak mendapat tempat
Dalam bahasa mendiang David Carr, kritikus media di the New York Times, epicmagazine sebenarnya sedang membangun sebuah model (baru) bagi long-form journalism, “(melalui epicmagazine) penghasilan yang diperoleh selama siklus hidup karya – honor pemuatan di majalah, penjualan suara di audible.com, pemuatan di Amazon Kindle Singles, hak adaptasi untuk film dan televise – dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran liputan yang mahal.”
Davis dan Bearman juga sadar, epicmagazine tengah membuka sebuah jalan yang baru. “Model bisnis ini adalah sebuah eksperimen,” kata Bearman kepada David Carr. Hak cipta artikel yang dimuat di epicmagazine memang akan tetap menjadi milik penulis, tetapi karena sudah lebih berpengalaman menulis cerita yang menarik serta menegosiasikan hak untuk televisi dan film, Bearman dan Davis serta epicmagazine akan berfungsi menjadi semacam produser.
Bearman melihat posisi epicmagazine dalam jurnalisme di Amerika menjadi seperti lembaga United Artist yang dibentuk Mary Pickford, Charlie Chaplin, Douglas Fairbanks dan DW Griffith pada 1919, yang membantu para seniman memperjuangkan harga yang lebih layak di hadapan studio Hollywood.
Hanya seminggu setelah epicmagazine diluncurkan, website ini sudah berhasil menelurkan kerjasama dengan 20th Century Fox. Fox memang tak menjamin akan memfilmkan semua artikel yang diterbitkan epicmagazine, tapi dengan nilai kontrak yang cukup besar, Fox membayar untuk hak menjadi pihak pertama yang akan menentukan apakah mau membeli artikel yang diterbitkan epicmagazine, atau melepaskannya ke pihak lain.
Tapi, kurasi tim epicmagazine memang cukup bagus, sehingga beberapa naskah sudah berhasil merebut perhatian 20th Century Fox. Salah satunya liputan Nick Bilton, journalis the New York Times. Bilton memperoleh kontrak penerbitan buku, dan hak film, sehingga ia bisa melanjutkan liputan tentang Silk Road, pasar gelap underground di internet.
Epicmagazine, memang baru mulai. Keberhasilan eksperimen Bearman dan Davis ini masih harus diuji oleh waktu. Tapi setidaknya, epicmagazine sudah memberi isyarat, liputan panjang nonfiksi masih punya masadepan, meski itu ada di luar media-media tradisional.
Krisnadi Yuliawan
Saptadi
5011 Kali